Tulisan
dengan Judul Susu Sapi Bukan untuk manusia ini terbit di harian Jawa Pos
jumat 15 Mei 2009, banyak membuka pikiran banyak orang tentang fakta bahwa susu
sapi memang bukan untuk manusia, susu sapi adalah untuk sapi, Begini
tulisannya..
Tidak
ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu kecuali
manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah tidak
anak-anak lagi tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti menyalahi
perilaku yang alami seperti itu?
“Itu
gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya,” ujar Prof Dr
Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban
Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama.
Padahal, katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling buruk untuk
manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi
yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia,
katanya.
Mengapa
susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab
osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga ketika masuk mulut
langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi dengan enzim yang
diproduksi mulut kita.Akibat tidak bercampur enzim, tugas usus semakin berat.
Begitu sampai di usus, susu tersebut langsung menggumpal dan sulit sekali
dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan
“enzim induk” yang seharusnya lebih baik dihemat.Enzim induk itu mestinya untuk
pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim induk
terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu sapi akan
lebih mudah terkena osteoporosis.
Profesor
Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi.Dia ahli usus terkemuka di
dunia.Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor
di usus tanpa harus membedah perut.Dia kini sudah berumur 70 tahun.Berarti
dia sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran.Dia sudah memeriksa
keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang.Dia
memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama karirnya sebagai dokter terus
mondar-mandir di antara dua negara itu.
Fakta lain yang membuktikan susu sapi bukan untuk manusia :
Dalam buku miracle of enzym tersebut dijelaskan bahwa minum susu sama sekali tidak bermanfaat baik untuk tubuh. Bayangkan, susu sapi segar yang mengandung antioksidan laktoferin (untuk kekebalan tubuh) hanya 0,01 % tidak ada artinya dibandingkan ASI yang bisa mengandung 0,15 % .
Susu kaleng yang dijual di toko2 sudah mengalami proses homogenisasi dan pasteurisasi (dengan panas hingga 115 C) yang menjadikannya lemak teroksidasi dan merusak enzim. Susu sapi segar bukan untuk anak manusia. Sebenarnya para mamalia juga hanya minum susu sewaktu lahir, tidak ada mamalia dewasa yang masih minum susu. Demikian juga bayi yang baru lahir, sudah memiliki cukup banyak enzim.
Komponen protein utama yang ditemukan dalam susu sapi adalah kasein. Protein ini sangat sulit dicerna oleh manusia. Susu sapi yang mengandung laktosa (zat gula yang hanya terdapat dalam susu mamalia) membutuhkan enzim laktase untuk menguraikannya. Bayi kebanyakan memiliki enzim ini, namun setelah dewasa akan berkurang, dan itulah alasannya orang dewasa tidak perlu meminum susu.
Pengganti susu bayi? Bukankah sekarang sudah terdapat banyak susu bubuk dari kedelai, beras merah, kacang hijau, dan berbagai juice buah2an yang manis juga bisa dipakai sebagai pengganti susu.
Selain itu bayi bisa diberi susu soya formula yang banyak terdapat di supermarket. Jika bayi sudah berumur 6 bulan harus dikasih makanan pengganti ASI seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar (organik is the best), tahu dan tempe yang dihaluskan juga baik untuk pertumbuhan bayi.
Setiap
memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan penelitian.Yakni,
untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum
pasiennya.Dia menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang makan
atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara lain
susu dan daging.
Dia
melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan
makanan/minuman yang “jelek”: benjol-benjol, luka-luka, bisul-bisul,
bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan karet
gelang..Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan usus.
Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat bagus,
bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.
Karena
tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan
kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus.Bukan saja ususnya
kecapean, juga sari makanan yang diserap pun tidak banyak.Akibatnya,
pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat jelek, sel
radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua. Bahkan,
makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang
menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan
menimbulkan penyakit lagi.
Karena
itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan.Dia hanya
menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan yang masuk
ke perut.
Dia
mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa,
keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabk an. Misalnya, dia minta kita menyadari
berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan
seperti daging: hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam
hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari
seluruh makanan yang kita perlukan.
Dia
juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang kencang,
tapi hanya untuk menit-menit awal.. Ketika diajak “lomba lari” oleh mangsanya,
harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan
daging.Ketahanan larinya lebih hebat.
Di
samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu,
katanya, harus dikunyah minimal 30 kali.Bahkan, untuk makanan yang agak keras
harus sampai 70 kali.Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di
mulut makanan bisa bercampur dengan enzim secara sempurna.Demikian juga
kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik.Minum itu, tulisnya,
sebaiknya minum setengah jam sebelum makan.Agar air sudah sempat diserap
usus lebih dulu.
Bagaimana
kalau makanannya seret masuk tenggorokan?Nah, ini dia, ketahuan. Berarti
mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah makan
sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu,
tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan,
orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan
gembrot.
Yang
paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi “modal”
oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di dalam “lumbung
enzim-induk” .Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari “lumbung”-nya
untuk diubah menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari itu.Semakin
jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras lumbung
enzim-induk.Mati, menurut dia, adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.
Maka
untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing
haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara
selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua
makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan
mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara
terbuka mengalami karatan.Bahan makanan pun demikian.
Apalagi
kalau makanan itu digoreng dengan minyak.
Minyaknya sendiri sudah persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi.
Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan
lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak
yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus.Maksudnya, mengolah makanan
seperti itu memerlukan enzim yang banyak.
Apa
saja makanan yang direkomendasikan?Sayur,
biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak makan makanan yang
berprotein.Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein
itu harus dibuang.Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga
berasal dari lumbung medicine enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah
makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus
menguras lumbung enzim.
Prof
Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan
sungguh-sungguh.Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit. Penampilannya
seperti 15 tahun lebih muda.Tentu sesekali dia juga makan makanan yang di
luar itu.Sebab, sesekali saja tidak apa-apa.Menurunnya kualitas usus terjadi
karena makanan “jelek” itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau terlalu
sering.
Terhadap
pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan “pengobatan” seperti itu..Pasien-pasien
penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan “pengobatan”
alamiah tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti cara hidup
sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya, banyak
melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu.Jarang dokter yang
mau melihatnya melalui sistem tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung hanya
fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus.
Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang
menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.
Saya
mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini.Tapi, baru bisa 50
persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan
ke depan.
Yang
menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus makan makanan
yang enak..Dengan makan enak, hatinya senang.Kalau hatinya sudah senang dan
pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat
enzim-induk bertambah. Nah….. gan pei!
Lihat
Solusi Mudah membersihkan usus dengan Melilea
Fakta lain yang membuktikan susu sapi bukan untuk manusia :
Dalam buku miracle of enzym tersebut dijelaskan bahwa minum susu sama sekali tidak bermanfaat baik untuk tubuh. Bayangkan, susu sapi segar yang mengandung antioksidan laktoferin (untuk kekebalan tubuh) hanya 0,01 % tidak ada artinya dibandingkan ASI yang bisa mengandung 0,15 % .
Susu kaleng yang dijual di toko2 sudah mengalami proses homogenisasi dan pasteurisasi (dengan panas hingga 115 C) yang menjadikannya lemak teroksidasi dan merusak enzim. Susu sapi segar bukan untuk anak manusia. Sebenarnya para mamalia juga hanya minum susu sewaktu lahir, tidak ada mamalia dewasa yang masih minum susu. Demikian juga bayi yang baru lahir, sudah memiliki cukup banyak enzim.
Komponen protein utama yang ditemukan dalam susu sapi adalah kasein. Protein ini sangat sulit dicerna oleh manusia. Susu sapi yang mengandung laktosa (zat gula yang hanya terdapat dalam susu mamalia) membutuhkan enzim laktase untuk menguraikannya. Bayi kebanyakan memiliki enzim ini, namun setelah dewasa akan berkurang, dan itulah alasannya orang dewasa tidak perlu meminum susu.
Pengganti susu bayi? Bukankah sekarang sudah terdapat banyak susu bubuk dari kedelai, beras merah, kacang hijau, dan berbagai juice buah2an yang manis juga bisa dipakai sebagai pengganti susu.
Selain itu bayi bisa diberi susu soya formula yang banyak terdapat di supermarket. Jika bayi sudah berumur 6 bulan harus dikasih makanan pengganti ASI seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar (organik is the best), tahu dan tempe yang dihaluskan juga baik untuk pertumbuhan bayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar